Jumat, Agustus 29, 2008

Kebijakan pendidikan

Ada dua artikel di Kompas tanggal 13 Februari 2008 yang menarik perhatian saya sehubungan dengan kebijakan pendidikan di Indonesia. Yang pertama adalah dileburnya sejumlah program studi spesifik menjadi satu program studi umum* (maaf, saya tidak menemukan artikelnya di situs Kompas). Yang kedua adalah ditutupnya 113 program studi di 64 perguruan tinggi.

Kedua artikel tersebut menyebutkan beberapa alasan sehubungan dengan kedua keputusan tersebut, yaitu:

  • rendahnya tingkat penyerapan lapangan kerja bagi lulusan program studi spesifik,
  • minat calon mahasiswa untuk sejumlah program studi spesifik tersebut relatif rendah, dan
  • jenuhnya pasar terhadap lulusan program itu.

Sejumlah program studi spesifik yang dilebur menjadi satu adalah Teknologi Tekstil, Teknik Tekstil, Teknik Kimia Tekstil, dan Teknologi Kimia Industri yang dilebur menjadi Teknik Kimia. Padahal industri tekstil merupakan salah satu industri yang memberikan kontribusi tinggi terhadap ekspor negara, walaupun masih dalam batas produksi. Bahkan menurut Detik Finance (23 Oktober 2007) turunan industri tekstil, yaitu fashion, memberikan kontribusi paling besar (30%) terhadap perkembangan industri kreatif yang secara total memberikan kontribusi ekspor sekitar 7%.

Menanggapi penutupan 113 program studi,

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, penutupan program studi sangat tergantung dari analisa perguruan tinggi.

Padahal apabila kita belajar dari India, munculnya Bangalore sebagai pusat perkembangan teknologi informasi di negara itu, menurut Joseph Stiglitz dalam bukunya “Making Globalization Work” (2006), tidak terlepas dari pendirian Indian Institute of Science di kota itu pada tahun 1909 secara khusus, dan investasi, kebijakan, dan arahan fokus pengembangan pemerintah India pada bidang pendidikan secara umum sejak beberapa dekade terakhir.

lengkap:

0 komentar:

Created By SoraTemplates | Distributed By MyBloggerThemes